27 Mei 2009

RAHAYUNINGSIH, M.Pd - BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMBELAJARAN (Lanjutan)

LANJUTAN..........

2.      Konsep Mengajar dan Pengajaran

 Pandangan mengenai konsep mengajar dan pengajaran terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.          Menurut Pupuh dan Sobry (2007:8), "mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan proses belajar". Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.

       Gulo (2005:8) mengemukakan, mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar secara optimal.             Suyahman (2006:60-61) mengemukakan, pengajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan berbagai pengetahuan kepada siswa. Dalam konsep ini guru bertindak dan berperan aktif. Pengajaran sama artinya dengan perbuatan mengajar.

 Pengajaran merupakan interaksi mengajar dan belajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi dalam bentuk hubungan interaksi antara guru dan siswa. Guru bertindak sebagai pengajar, sedangkan siswa bertindak sebagai yang melakukan   perbuatan  belajar.  Guru dan siswa menunjukkan keaktifan yang seimbang meskipun masing-masing mempunyai peranan yang berbeda tetapi terkait satu sama lain.         

        Proses pengajaran berlangsung dalam situasi tertentu yaitu situasi belajar mengajar. Dalam situasi ini terdapat berbagai komponen yang saling berkaitan, seperti tujuan, siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan yang diajarkan, metode mengajar, alat bantu mengajar, prosedur penilaian, dan situasi pengajaran. Dalam proses pengajaran tersebut, semua komponen bergerak secara dinamis dalam rangkaian yang terarah dalam rangka membawa para peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengajaran merupakan suatu pola yang di dalamnya tersusun suatu prosedur yang direncanakan dan terarah serta bertujuan.

 Suatu proses pembelajaran memerlukan strategi tertentu agar tercipta pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Bahri dan Zain, 2002: 5). Dengan kata lain, strategi belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu (Pupuh dan. Sobry, 2007: 3).

 Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi : (1) mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan, (2) memilih   sistem  pendekatan   belajar    mengajar   berdasarkan    aspirasi  dan pandangan hidup masyarakat, (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar  mengajar  yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya, dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik terhadap penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

 Para pakar teori belajar mengembangkan strategi pembelajaran berdasarkan pandangannya masing-masing. Menurut Suyahman (2006:187), secara garis besar ada empat pembelajaran yang harus diketahui guru.

a.      Pembelajaran Penerimaan (Reception Learning)

Pendukung utama pendekatan ini adalah Ausabel. Pendekatan ini   dapat disebut dengan proses informasi, yang kemudian dikembangkan menjadi strategi ekspositif  dengan 4 langkah pokok .

1)     Penyajian informasi yang diberikan melalui penjelasan simbolik atau demonstrasi yang praktis

2)     Mengetes penerimaan, ungkapan dan pemahaman siswa

3)     Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan prinsip umum sebagai latihan, dengan contoh tertentu

4)     Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi nyata.

b.     Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning)                  

Pendukung utama kegiatan ini adalah Piaget dan Bruner, yaitu penganut  Psikologi  Kognitif  dan  Humanistik.  Belajar penemuan ini juga disebut "Proses Pengalaman", yang kemudian dikembangkan menjadi strategi inquiry-discovery dengan empat langkah pokok.

1)    Menyajikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tindakan / perbuatan dan mengamati konsekuensi dari tindakan tersebut.

2)    Menguji pemahaman siswa mengenai hubungan sebab-akibat dengan cara mempertanyakan atau mengamati reaksi-reaksi siswa, selanjutnya menyajikan kesempatan-kesempatan lainnya.

3)    Mempertanyakan atau mengamati kegiatan selanjutnya, serta menguji susunan prinsip umum yang mendasari masalah yang disajikan itu.

4)    Pelayanan berbagai kesempatan baru guna menerapkan hal yang baru saja dipelajari ke dalam situasi atau masalah-masalah yang nyata.

c.      Pembelajaran Penguasaan ( Mastery Learning)

Pendukung utama pendekatan ini adalah Carrol, yang memadukan teori behavioristik dan humanistik. Belajar tuntas adalah strategi pembelajaran yang yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok (group-based approach). Pendekatan ini memungkinkan para siswa belajar secara bersama-sama dengan memperhatikan   bakat   dan ketekunan  siswa, pemberian  waktu yang cukup, dan bantuan bagi siswa yang mengalami kesulitan. Ada empat langkah yang harus ditempuh dalam pembelajaran penguasaan.

 1)    Mengajarkan satuan pelajaran pertama dengan menggunakan metode kelompok

2)    Memberikan tes diagnostik untuk memeriksa kemajuan belajar siswa setelah disampaikan satuan pelajaran tersebut, untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh masing-masing siswa

3)    Siswa yang telah memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan diperkenankan menempuh pengajaran berikutnya Sedangkan siswa yang belum berhasil, diberikan kegiatan kognitif

4)    Melakukan pemeriksaan akhir untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam jangka waktu tertentu.

d.      Pembelajaran terpadu (Unit Learning)

Pendekatan ini pada mulanya disebut dengan metode proyek yang dikembangkan oleh Dr. John Dewey, dan orang pertama yang menggunakan istilah unit adalah Morisson. Pendekatan pembelajaran terpadu (Unit Learning) berpangkal pada teori psikologi Gestalt.

Pembelajaran terpadu adalah suatu sistem pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah atau proyek, yang dipelajari / dipecahkan oleh siswa baik secara kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan bimbingan guru guna mengembangkan pribadi siswa secara utuh dan terintegrasi. Ada lima langkah pokok strategi pembelajaran terpadu.

 1)    Mengorientasikan siswa kepada masalah / topik yang akan dipelajari dalam kelas, secara langsung atau melalui media pembelajaran yang relevan

2)    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah

3)    Memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan informasi tadi dalam praktek penerapan di lapangan

4)    Mengadakan diskusi dan pembuatan laporan sebagai kegiatan kulminasi

5)    Melakukan evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa, baik oleh guru, mandiri, maupun siswa membicarakan tindak lanjut untuk kegiatan unit selanjutnya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan pengembangan dari empat pendekatan tersebut menjadi pendekatan yang  interaktif.  Model   pembelajaran interaktif dimaksudkan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru sesuai dengan kemampuan siswa, kemampuan guru, lingkungan sekolah, dukungan masyarakat serta tersedianya sarana dan prasarana sekolah yang cukup memadai.


RAHAYUNINGSIH, M.Pd - MEMBANGUN MANUSIA SEUTUHNYA (Cerdas dan Berpribadi Kuat)

LANJUTAN.......

 

Pengertian tentang pendidikan tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam tujuan dan fungsi pendidikan nasional. Mengenai tujuan pendidikan, John Dewey mengklasifikasikannya dalam dua kategori, yaitu means dan ends. Means merupakan tujuan yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai ends. Means adalah tujuan "antara" sedangkan ends adalah tujuan "akhir". Dengan dua kategori ini, tujuan pendidikan harus memiliki tiga kriteria, yaitu : (1) tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi yang sudah ada; (2) tujuan itu harus fleksibel, yang dapat disesuaikan dengan keadaan; dan (3) tujuan itu harus mewakili kebebasan aktivitas.

Fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas adalah sebagai berikut.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Definisi di atas merupakan penafsiran formal dari ungkapan "mencerdaskan kehidupan bangsa" dalam pembukaan UUD 1945. Suatu penafsiran yang utuh tidak meredusir manusia hanya sekadar cerdas intelektual, tetapi secara emosional, spiritual, kinestetik, dan estetik. Rumusan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan nasional ditujukan untuk membentuk manusia yang berkualitas, secara pribadi maupun secara social atau dengan kata lain membangun manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang cerdas dan berkepribadian, menguasai IPTEK dan  produktif.

Setiap tujuan mengandung nilai, yang dirumuskan melalui observasi, pilihan dan perencanaan, yang dilaksanakan dari waktu ke waktu. Masalahnya adalah bentuk pendidikan yang bagaimanakah yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut secara efektif dan efisien.

c.           Strategi dan Kebijakan dalam Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya

         Untuk mencapai  tujuan dan fungsi Pendidikan Nasional perlu dikembangkan berbagai kebijakan dan strategi tertentu. Kebijakan merupakan perangkat peraturan perundangan (Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dsb) untuk dijadikan pegangan/pedoman dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bertalian dengan kepentingan publik.

         Berdasarkan definisi konsep Sistem Kebijakan (Inklusif Sistem Kebijakan Pendidikan), ada beberapa aspek  yang mungkin dikaji elemen-elemen dasarnya sebagai berikut.

1)     Produk sistem kebijakan pendidikan berupa undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Yang mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan.

2)     Proses sistem kebijakan pendidikan yang mencakup institusi atau pejabat yang memiliki kewenangan dan otoritas untuk melakukan pembuatan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan pendidikan.

3)     Lingkungan sistem kebijakan pendidikan sebagai arena kontekstual di mana munculnya permasalahan (input) dan diterapkannya produk (output) kebijakan dan berinteraksi dengan faktor-faktor determinan lain terhadap sistem kebijakan pendidikan.

Strategi atau kebijakan pendidikan dapat berupa hal-hal sebagai berikut.

1)     Pembenahan sistem pendidikan nasional, khususnya  kurikulum pendidikan agar output pendididikan mempunyai kepribadian yang kuat, menguasai IPTEK dan produktif.

2)     Mendampingi pendidikan dengan ilmu bantu lain yang relevan adalah suatu keharusan, misalnya filsafat pendidikan, sosiologi dan psykologi.

3)     Pembenahan proses pembelajaran agar lebih efektif, efisien dan menyenangkan, termasuk penerapan strategi dan metode pembelajaran yang tepat.

4)     Mewujudkan pendidikan bagi warga negara, persamaan hak (equallity) dan keadilan (equity), isu pendidikan untuk semua (education for all) dan wajib belajar (compulsory education) dengan program pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan.

 

PENUTUP            Dengan strategi dan kebijakan tersebut diharapkan pendidikan tidak hanya menyentuh aspek per aspek saja tetapi mencakup semua komponen kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga dapat tercipta manusia Indonesia yang cerdas tetapi tetap berkepribadian, atau dengan kata lain terwujud manusia Indonesia seutuhnya.


25 Mei 2009

RAHAYUNINGSIH, M.Pd - BELAJAR, MENGAJAR DAN PEMEBELAJARAN

A.     BELAJAR, MENGAJAR, DAN PEMBELAJARAN

 

1.      Konsep Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan (Bahri dan Zain, 2002: 11). Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Jadi hakekat belajar adalah perubahan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:156), belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang per-orang sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hakekat belajar adalah perubahan dalam tingkah laku si subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subyek.

Berbagai pengertian di atas  menunjukkan bahwa belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku dari seseorang yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Belajar merupakan peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik menjadi lebih baik. Dengan belajar diharapkan peserta didik dapat tumbuh menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, baik terhadap dirinya, lingkungannya maupun masyarakat di sekitarnya.

Pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen input, proses, output dan outcome ( Suwarna, 2006:34). Komponen input sistem pembelajaran dapat berupa siswa, materi, metode, alat, media pembelajaran, dan perangkat-perangkat pembelajaran yang lain. Komponen proses berupa tempat dan aktivitas berinteraksinya berbagai input, baik raw input, instrumental input, maupun environmental input. Output merupakan cerminan langsung maupun tidak langsung dari proses pembelajaran yang berlangsung. Output pembelajaran dapat berupa prestasi belajar, perubahan sikap, perilaku, skor atau nilai penguasaan materi suatu mata pelajaran. Outcome dalam sistem pembelajaran merupakan dampak dihasilkannya output. Jadi outcome merupakan ukuran kebermaknaan output.

Banyak pengertian, teori dan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli yang masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita jadikan pedoman dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2006:42-50).

Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran berkaitan dengan : (1) perhatian dan motivasi, (2) keaktifan, (3) keterlibatan langsung, (4) pengulangan, (5)  tantangan,   (6)   balikan   dan  penguatan,   serta    (7) perbedaan    individual.

Implikasi dari prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa sebagai motor utama dalam kegiatan pembelajaran tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip-prinsip belajar. Siswa akan berhasil dalam pembelajaran jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar dalam diri mereka.

Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran tidak boleh meninggalkan prinsip-prinsip belajar. Implikasi prinsip-prinsip belajar oleh guru tampak pada rencana pembelajaran maupun pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Implikasi ini terwujud dalam perilaku fisik dan psikis mereka. Kesadaran adanya prinsip-prinsip belajar yang terwujud dalam perilaku guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan.

Paradigma pembelajaran di persekolahan telah banyak mengalami perubahan, hal ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut di antaranya dari proses pembelajaran yang bersifat behavioristik menjadi yang bersifat konstruktivisme (Suyahman, 2006:187).

Siswa belajar berarti menggunakan berbagai kemampuan terhadap lingkungannya. Ada beberapa ahli yang mempelajari ranah-ranah atau kemampuan tersebut  Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara    umum   diklasifikasikan   menjadi   tiga,  yaitu : ranah kognitif,  ranah afektif dan ranah psikomotorik (Davies, Jarolimek, dan Foster dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 201).

Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-30) menguraikan bahwa ranah kognitif  terdiri dari enam jenis perilaku : (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Keenam jenis perilaku itu bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan tergolong terendah, dan perilaku evaluasi adalah yang tertinggi. Perilaku yang terendah merupakan perilaku yang "harus" dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi.

Ranah afektif terdiri dari lima perilaku : (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian dan penentuan sikap, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup. Kelima jenis perilaku tersebut juga bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku terendah dan perilaku pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi.

Ranah psikomotorik terdiri dari tujuh jenis perilaku : (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan yang terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreatifitas. Ketujuh jenis perilaku tersebut mengandung urutan taraf keterampilan yang berangkaian. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan fase-fase dalam proses belajar motorik. Belajar kemampuan-kemampuan psikomotorik, belajar berbagai kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai dengan kreatifitas pola gerak baru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan    psikomotorik     mencakup    kemampuan    fisik   dan    mental.   (bersambung  ya.....)


RAHAYUNINGSIH, M.Pd

MEMBENTUK MANUSIA SEUTUHNYA

( Cerdas dan Berpribadi Kuat )

PENDAHULUAN

Pada prinsipnya pendidikan merupakan bentuk kesadaran masyarakat yang ingin meningkatkan peradabannya, sehingga mereka menguasai ilmu pengetahuan dan mempunyai jati diri. Manusia berusaha meningkatkatkan derajad, harkat dan martabatnya melalui pendidikan. Pendidikan bukan sekedar pengajaran atau tindakan mengajar, tetapi jauh melampaui aksi mengajar belaka.

Agar pendidikan berlangsung efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan, maka diperlukan bantuan dari ilmu-ilmu lain yang salah satunya adalah filsafat pendidikan. Menurut Noeng Muhadjir, ada tiga model konstruk tentatif filsafat pendidikan yang dapat diimplementaskan dalam pendidikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia.

1. Pendidikan untuk pengembangan kepribadian

Pendidikan ditujukan untuk membantu proses perkembangan individualitas anak, berkembang menjadi pribadi dengan watak meta motif sukses dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakatnya.

2. Pendidikan untuk Pengembangan Ilmu dan Teknologi

Pendidikan ditujukan untuk menumbuhkan kreatifitas berilmu pengetahuan.

3. Pendidikan Pragmatik dengan Meta Etik.

Pendidikan yang mementingkan terbangunnya kemampuan produktif.

Sudah semestinya ketiga model konstruk tentatif filsafat pendidikan tersebut tidak hanya terpampang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional tapi harus direalisasikan dalam proses pembelajaran yang nyata sehingga cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya bisa terwujud.

PEMBAHASAN

Manusia akan mempunyai kepribadian yang utuh, kemandirian sekaligus menjalin hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta apabila dia telah memiliki pengetahuan, nilai, ketrampilan hidup dan berbagai tradisi budaya yang telah terintegrasi dalam pribadinya selama proses pendidikan.

a. Hakekat Manusia "Seutuhnya"

Menurut Suparlan Suhartono ( 2006 : 51-60 ), secara garis besar hakikat manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain :

1) Manusia makhluk berpengetahuan

2) Manusia makhluk berkebudayaan

3) Manusia makhluk berpendidikan.

Notonagoro (1984) mengemukakan, hakekat manusia adalah monopluralis (pandangan bangsa Indonesia) yang terdiri dari:

1) Susunan kodrat, pada hakekatnya manusia terdiri dari jiwa dan raga.

2) Sifat kodrat, hakekat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

3) Kedudukan kodrat, manusia adalah sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Allah.

Untuk membentuk manusia yang berkualitas atau "utuh" diperlukan pemahaman tentang konsep dan tujuan pendidikan bagi manusia. Pendidikan mempunyai sifat menyeluruh, artinya tidak fragmentaris. Dalam perpaduan integral, manusia tumbuh memadukan seluruh unsure pembentukan kepribadiannya. Manusia harus mampu mengembangkan dan mempertajam pikirannya, menyuburkan dan membuat semakin peka perasaannya, serta harus melatih berbagai ketrampilan dalam mengambil keputusan untuk bertindak. Ketiga kekuatan jiwa ini sangat penting dalam membentuk manusia yang utuh.

b. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional

Saat ini kita telah memiliki perangkat perundang-undangan yang cukup baik, dan bisa dijadikan acuan dasar bagi pelaksanaan pendidikan nasional, di antaranya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Bahkan, kita juga sudah memiliki payung hukum untuk meningkatkan profesionalisme, kompetensi serta kesejahteraan para pendidik kita, yakni UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pngertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah sebagai berikut.

"Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."

22 Mei 2009

Rahayuningsih, M.Pd :

RUH PENDIDIKAN

 DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

 

 

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945 adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa". Tujuan tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam beberapa UU Sisdiknas, dari UU Nomor 4 tahun 1950  sampai dengan Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 yang pada intinya berusaha membentuk manusia yang berpribadi utuh.

Untuk membentuk manusia yang "utuh" diperlukan pemahaman tentang konsep dan tujuan pendidikan bagi manusia serta essensi atau hakekat "ruh" pendidikan yang merupakan  bagian terpenting dari proses pendidikan.

 

PEMBAHASAN

A.      HAKEKAT MANUSIA DAN TUJUAN  PENDIDIKAN.

Pendidikan merupakan masalah substansial dalam kehidupan manusia. Artinya antara pendidikan dan manusia adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling menentukan.

Menurut Imam Barnadib (2002: 06), manusia adalah makhluk monodualis dan mono-multidimensional. Monodualis artinya manusia terdiri atas jiwa dan raga yang keduaya tidak terpisah satu sama lain, keduanya saling menunjang dan saling berhuungan, masing-masing juga mempunyai sifat saling ketergantungan. Sementara,yang dimaksud mono-multidimendional adalah manusia pada hakekatnya terdiri atas berbagai komponen, jiwa-raga, tampak dan tidak tampak, serta mempunyai sifat yang bermacam-macam. Namun semua itu menyatu dalam suatu ikatan sehingga pada hakekatnya manusia mempunyai pribadi yang utuh dan tunggal.

Dengan demikian, seluruh upaya manusia pada dasarnya adalah diorientasikan untuk mengkaselerasi pencapaian terhadap keutuhan hakekat pribadi inidvidu peserta didik kaitannya dengan peran-peran terhadap lingungannya, baik pada skala keluarga, masyarakat, bangsa dan agama. Pendidikan harus mampu membawa manusia ke arah kehidupan yang lebih baik. Menurut Noeng Muhadjir, pendidikan dikatakan normatif lebih baik apabila mampu memperkuat  kepribadian manusia, meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan produktiitasf.

Kepribadian berkaitan dengan karakter manusia sebagai makhluk ciptaan Allah dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Sedangkan IPTEK dan produktifitas tidak boleh lepas dari kepribadian bangsa Indonesia dan semestinya mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial.

Ada beberapa  pemikiran para ahli tentang hakekat pendidikan. Dari beberapa pemikiran tersebut dapat disimpulkan lima prinsip pokok hakekat pendidikan.

a.      Proses transformasi dan internalisasi.

b.      Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai.

c.         Pada diri anak didik.

d.      Pendidikan berhubungan dengan menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah manusia.

e.      Pendidikan berguna untuk mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek kehidupan manusia.

Dari hakekat pendidikan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan masalah substansial dalam kehidupan manusia. Artinya antara pendidikan dan manusia adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling menentukan.

 

B.     RUH PENDIDIKAN DALAM TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

Pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan hidup manusia di dalam segala aspeknya ( Tilaar, 2004: 1). Dalam membicarakan mengenai ruh pendidikan tidak bisa terlepas dari hakekat asal usul dan tujuan kehidupan manusia. Hakekat asal mula kehidupan hanya satu, bersifat universal karena itu bersifat absolute dan tidak mengalami perubahan. Hakekat asal mula dan tujuan kehidupan ini berawal dari causa prima ( Tuhan, sebagai sebab pertama yang tidak disebabkan oleh sebab lain ) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima ( Tuhan ) pula.

Pendidikan di Indonesia ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia yang cerdas, terdidik dan berbudaya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Atau dengan kata lain, pendidikan ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Ini berarti pendidikan tidak boleh hanya menyentuh aspek kecerdasan dalam arti pemahaman terhadap perkembangan ilmu   pengetahuan   dan teknologi serta produktifitas, tetapi harus diarahkan pada pembentukan manusia yang berkepribadian, manusia yang memiliki harkat dan martabat, yang bisa menyerap dan  menerapkan berbagai nilai dan norma  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk mencapai hal tersebut kita harus memahami essensi dari ruh pendidikan sebagai bagian integral dalam pendidikan yang tidak dapat dipisahkan. Ruh pendidikan adalah bagian terpenting dari proses pendidikan. Tanpa ruh, pendidikan tidak akan mempunyai makna bagi kehidupan manusia.

 

C.     PENDIDIKAN NASIONAL JANGAN SAMPAI KEHILANGAN RUH-NYA

Tujuan pendidikan dan ruh pendidikan mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan ada karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang berpengetahuan, berpendidikan dan berkebudayaan. Setiap kegiatan hidup manusia selalu mempunyai arti dan fungsi pendidikan. Dengan pendidikan dan pengajaran, manusia akan dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia cerdas, memahami ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia yang berbudaya, yang paham akan jati dirinya, yang bertanggungjawab pada diri pribadi, masyarakat dan bangsanya serta mampu menyerap dan menerapkan berbagai nilai demi kesejahteraan kehidupan umat manusia.              

Dan sesungguhnya nilai – nilai itulah yang merupakan ruh dari pendidikan. Dengan adanya ruh, pendidikan dapat bernafas dengan wajar. Dengan ruh, pendidikan akan penuh dengan vitalitas. Sebaliknya tanpa ruh, pendidikan hanya akan menjadi sesuatu yang tidak bermakna bagi kehidupan, yang tidak akan dapat membawa manusia pada tujuan akhir kehidupan manusia, yaitu pada Allah Sang Pencipta alam semesta. Karena sesungguhnya inti terdalam dari ruh pendidikan adalah membawa manusia pada Penciptanya, causa prima, yaitu Allah yang Maha Kuasa. 

 

PENUTUP

Dari uraian di atas, maka hendaknya pendidikan nasional Indonesia jangan sampai sehilangan Ruh-nya. Pendidikan di Indonesia dalam tujuan dan proses pencapaian tujuan harus benar-benar bisa menciptakan manusia yang utuh dalam segala aspek, baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tangguh dalam kepribadian dan produktif.


Ruh pendidikan

Semoga bermanfaat untuk peningkatan mutu pendidikan kita....

20 Mei 2009

MENDIKNAS MENINJAU LAB ILMU RESEP

Mendiknas Prof. Bambang Sudibyo, MBA dan Dirjen Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Bp. Dr. Joko Sutrisno didampingi Kepala Sekolah dan
Komite Sekolah meninjau Lab Ilmu Resep SMK M 4 Surakarta.

PENANDA TANGANAN PRASASTI PENDIRIAN SMKM4 SURAKARTA OLEH MENDIKNAS

MELANKOLIS


08 Mei 2009

dwi fatmiati

ke saya
tunjukkan rincian 6 Mei (2 hari yang lalu)
Balas

Follow up message
mau dhong jadi AA yang beriman lewat smk muh 4 solo
pasti oke gitu lho